Friday, February 27, 2009

Anti Kemapanan


Mengutip dari Jaya Setiabudi, Ahli ilmu pengetahuan pernah mencoba memasukkan katak hidup dalam kuali yang berisi air mendidih. Spontan katak itu lompat melebihi batas lompatannya yang wajar. Percobaan kedua dilakukan dengan cara yang berbeda. Kuali berisi air dengan suhu normal, kemudian katak yang lain dimasukkan.
Karena airnya bersuhu normal, katak tersebut tak melakukan perlawanan alias diam saja. Apalagi di dalam kuali tersebut telah berisi enceng gondok dan bunga teratai, seperti layaknya habitat sang katak. Perlahan-lahan suhu kuali dinaikkan dengan menggunakan pemanas listrik. Katak tersebut tidak bergeming, karena ia tidak benar-benar merasakan kenaikkan suhu tersebut. Sampai batas suhu air mendidih, katak tersebut tak melakukan perlawanan dan akhirnya mati. Apa pelajaran dari cerita tersebut?
Bukan hanya kegagalan yang menjadi musuh besar kita, keberhasilan, kemapanan juga musuh terselubung. Seseorang yang gagal, tidak ada pilihan bagi dirinya selain bangkit. Jadi, sangat ‘lumrah’ jika ia fight untuk bangkit dari keterpurukkannya. Namun beda halnya dengan seseorang yang telah mendapatkan keberhasilan, ia memiliki 2 pilihan, untuk menikmati dan terlena, atau membuat target-target pencapaian baru dan siap action lagi. Ambil contoh nyata dalam kehidupan kita, terutama di lingkungan pekerja. Mungkin Anda atau kawan Anda bergabung di suatu perusahaan atau instansi pemerintah yang penuh dengan fasilitas dan proteksi, terutama sebagai pegawai negeri atau BUMN yang nyaris tidak mungkin dipecat. Apa yang mereka rasakan? Kenyamanan karena dimanjakan! Tidak ada salahnya dengan bergabung ke perusahaan seperti itu, bahkan itulah harapan sebagian besar orang. Namun hal itulah yang menjadi salah satu penyebab krisis mental bangsa ini. Kehilangan ‘fighting spirit’! Coba bandingkan Negara tetangga kita Singapura, yang proteksi terhadap karyawan perusahaan lemah. Kawan saya pernah bekerja di perusahaan perminyakan di Singapura, di-PHK dalam 2 kali 24 jam dengan alasan perampingan. Sekilas kita memandang alangkah tidak berperikemanusiaan mereka. Tapi di satu sisi, mereka dipersiapkan untuk waspada setiap saat.
Di dunia pengusaha, penyakit kemapanan juga dapat menghinggapi kita, namanya kehilangan momentum. Mereka yang sukses dalam usahanya, terlena dan meninggalkan pembelajaran. Semangat juang mereka hilang justru pada saat mereka mendapatkan apa yang telah diimpikannya. Tidak menjadi masalah selama usahanya tetap berkembang atau setidaknya stabil. Namun, seperti roda yang berputar, terkadang gejolak mengganggu tidur kita. Seperti saat krisis ini berlangsung, apa yang akan terjadi pada mereka yang ‘tidur’ terlalu lama? Mereka kelabakan mencari jalan keluar dari krisis. Tapi ternyata ‘peta’ yang mereka gunakan sudah usang. Masih untung jika masih punya semangat untuk bertarung lagi, kebanyakan dari mereka sudah ‘kegemukkan’ dan kehilangan ‘momentum’. Bagaimana menghindarinya?
Ciptakan Tantangan
Bagi Anda yang berstatus sebagai karyawan, tantanglah bos Anda untuk memberikan kerjaan lebih atau baru, jika perlu mutasi. Boleh beristirahat dan menikmati pencapaian, tapi jangan lama-lama. Bagi Anda pengusaha yang sudah mapan, buatlah tantangan baru, misalnya dengan membuka cabang, franchise atau diversivikasi usaha. Buatlah otak Anda melar dengan permasalahan baru yang Anda hadapi. Bagi Anda yang belum sukses, berbaik sangkalah kepada Tuhan, berarti Ia sedang melatih diri Anda untuk lebih tangguh. Bukankah manusia yang beruntung adalah yang memanfaatkan waktu untuk selalu bertumbuh?
“Sukses bukanlah pencapaian, namun bertumbuh ke potensi maksimal yang diberikan Allah kepada kita” FIGHT!

Jangan Pernah Menuntut Upah

الحمد لله الواحد الأحد. الفرد الصمد. الذي لم يلد ولم يولد ولم يكن له كفوا أحد. وأشهد ان لا اله إلا الله وحده لا شريك له شهادة تكون سبب النعيم المؤبد. وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله النبي المفضل المشرف المؤيد. اللهم صل على سيدنا محمد صلى الله عليه وعلى اله واصحابه ما ركع راكع وسجد. وسلم تسليما كثيرا.
أما بعد: فيا أيها الحاضرون. اتقوا الله تعالى في الضرات والمسرات. واعلموا أن الصلاة من أعمال الواجبات وللقربات. قال الله تعالى في كتابه الكريم


Hadirin sidang Jumu’ah rahimakumullah, marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Swt., baik dalam keadaan senang, luang, susah ataupun dalam keadaan sempit. Sebab takwa merupakan manifestasi ketaatan seorang hamba kepada Allah. Di samping itu, hendaklah kita dalam beribadah senantiasa dilandasi karena cinta kepada Allah dan ikhlas, tulus senantiasa mengharapkan ridho-Nya. Sebagaimana dalam sebuah riwayat disebutkan: Tsaubah pernah berkata, saya pernah mendengar Rasulullah Saw., bersabda, “Berbahagialah orang yang ikhlas, karena ikhlas adalah cahaya hidayah dan karena disebabkan oleh ikhlas fitnah yang paling kejam akan menjauhinya”
Sidang Jumu’ah yang dimulyakan Allah, dalam kesempatan kali ini kami akan sedikit mengemukakan tentang jangan menuntut upah dalam beribadah.
Allah menciptakan jin dan manusia dimuka bumi ini diberi tugas untuk menyembah allah sebagaimana Firman Allah:


Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya merka menyembah-KU. (adz-Dzariat 56)
Ayat lain menjelaskan :



Artinya: Wahai manusia, sembahlah Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa. (al-Baqarah 21)

Di sini, semua orang diperintahkan untuk menyembah Tuhan, kemudian dipertegas dengan memberitahukan bahwa Tuhan Itu adalah Allah sebagaimana firman Allah:
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي (طه: 14)
Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.
Jama’ah jumu’ah rahimakumullah, perlu diketahui, bahwa Setiap hamba memiliki kemampuan dan kemauan dalam beribadah yang berbeda-beda. Ada yang rajin saum Senin-Kamis, ada yang khusyuk dalam salat, ada yang kuat dalam wirid, ada yang jujur dalam berdagang, dan ada pula yang tekun dalam mempelajari ilmu. Tekun dan rajin beribadahnya seorang hamba adalah tanda tingkat ma'rifat kepada-Nya. Banyaknya amal ibadah seorang hamba juga merupakan tanda sifat ihsan dalam dirinya.
Kemudian yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah apa motivasi kita semua menyembah Allah? Apakah karena menginginkan surga atau karena takut dengan panasnya api neraka atau karena yang lain?
Mari kita tengok sebentar tuntunan para ahli tasawuf dalam memaknai untuk apa kita ibadah. Ibn Atha’ilah dalam bukunya yang sangat terkenal al-Hikam menjelaskan, Mata Talabta ‘Iwaddhan ‘ala Amalin, Tulibta Biwujudi sh-Shidqi fihi wa yakfilmuriba Wujdanu Salamah (Apabila engkau menuntut upah/pahala atas suatu amal perbuatan, pasti engkau juga akan dituntut adanya siddiq di dalam amal artinya dituntut kesempurnaan dan keikhlasanmu dalam amal perbuatan itu dan bagi orang yang masih ragu-ragu (belum sempurna di dalam amal) harus merasa cukup puas jika ia telah selamat dari siksaan).
Jama’ah Jumu’ah yang berbahagia, seringkali kita menuntut dan berharap kepada Allah untuk mengabulkan segala permintaan kita. Andaikata kita menuntut upah kepada Allah dari amal kebaikan kita, maka Allah pun akan menuntut kesempurnaan dan keikhlasan dari amal-amal kita. Bila demikian, sanggupkah kita memenuhi tuntutan tersebut? Sungguh berat untuk kita lakukan?
Maka, daripada menuntut Allah memberikan upah dan pahala, lebih baik kita menuntut diri menyempurnakan amal-amal yang kita lakukan. Insya Allah ketika kita bersungguh-sungguh melakukan yang terbaik untuk Allah, maka Allah pun akan memberikan upah terbaik pula bagi kita, tanpa diminta. Jumlahnya pun lebih banyak dari yang kita minta. Sebab, barangsiapa yang bersungguh-sungguh kepada Allah, maka Allah pun akan lebih bersungguh-sungguh kepadanya.
Sebenarnya, diterimanya amal yang kita lakukan saja, sudah merupakan keberuntungan yang teramat besar, walau tanpa disertai upah. Ibnu Atha′ilah kembali menegaskan kembali, Jangan menuntut upah terhadap amal perbuatan yang kau sendiri tidak ikut berbuat, cukup besar balasan (upah) Allah bagimu, jika Allah menerima amal itu.
Di sinilah terjadi perubahan paradigma berpikir. Kebahagiaan kita bukan lagi dari menerima hasil, kebahagiaan kita terletak pada proses menjalankan amal dengan cara terbaik. Maka, daripada sibuk memikirkan pahala shalat, lebih baik kita memikirkan bagaimana agar shalat kita bisa khusyuk, tepat waktu, berjamaah di masjid, dan berada pad shaf terdepan. Daripada memikirkan limpahan rezeki buah dari sedekah, lebih baik kita berpikir bagaimana kita bisa ikhlas bersedekah dan memberikan barang terbaik. Daripada memikirkan dapat memasuki pintu Ar Rayyan di surga, lebih baik kita berpikir dan berusaha melakukan shaum terbaik. Sehingga tidak hanya menahan lapar dan haus saja, tapi juga menahan pancaindra, hati dan pikiran dari yang diharamkan Allah. Demikian seterusnya.
Jika kita beribadah kepada Allah tujuannya menuntut pahala (pembalasan), berarti ibadahnya tersebut hanya masih untuk kepentingan nafsunya sendiri bukan ibadah untuk Allah.
Jama’ah jumu’ah yang berbahagia, Pada dasarnya semua perbuatan amal ibadah, ada imbalan di dunia dan di akhirat. Untuk itu kita semua harus mutayakkinan (meyakini hal itu), sebab allah itu kelumanane jembar. makanya ketika beribadah tidak usah berangan-angan tentang imbalan. Jika dalam ibadah masih angan-angan imbalan, itu namanya kurang percaya kepada allah, masih mencurigai Allah.
Jika kita di dalam beribadah kok angan-angan imbalan, nuntut ganjaran, maka
Nomer satu, berarti ibadahnya hanya untuk kepentingan nafsunya sendiri. Ibadahnya masih belum karena keagungan Allah. Padahal sesungguhnya ibadah kepada Allah itu karena keagungan Allah. Allah pantas disembah, pantas diibadahi sebagaimana ayat di atas.
Nomer dua, menawi kita semua ibadah karena nuntut imbalan, itu pembalasan hanya cukup selamat dari siksa. Selamat dari siksa diakhirat, sedangkan pemberian yang lain belum misalnya amal-amal yang lain yang kita lakukan iklas, kita tidak merasa.
Apa yang membedakan hanya selamat dari siksa dengan adanya imbalan? Mari kita ilustrasikan. Ada kejadian yang sangat berbahaya, semisal bencana tsunami. Si A mendpatkan pertolongan dan selamat dari bahaya tadi, ya hanya selamat saja tidak diberi apa-apa. Adapun si B disamping dia diselamatkan dari bahaya, ia juga diberi pakaian, uang dll, ada tambahannya.
Si B ini merupakan gambaran orang iklas beribadah bukan karena apa-apa, bukan karena nuntut imbalan, bukan karena kepentingan diri sendiri. Semacam ini akan diberi jazak (pembalasan) oleh Allah baik didunia dan akhirat, pembalasan yang sangat agung. Pembalasan diakhirat berupa bidadari, taman, istana dan jazak yang paling agung dan top adalah jazak melihat dzat Allah.
Syeh Al-Wasithi dalam syarah al-Hikam berkata : Al ibadatu ila thalabil afwi anha, aqrabu minha ila thalabil a’wadhi ’alaiha (ibadah-ibadah itu lebih dekat kepada mengharap maaf dan ampun daripada mengharap pahala dan upah). Artinya di dalam ibadah mengandung dua hal. Yaitu dalam ibadah masih mengandung kesembronoan dan kekurangsempurnaan ibadah. contoh shalat, harusnya bacaannya harus tepat, tadabburul ma’na (angan-angan makna) disamping juga mengingat allah (aqimishalat lidzikrillah). Nah kita evaluasi shalat kita. Kadang kita shalat itu bacaannya kurang pas contoh baca tahiya ....tatttt sembrono kan, dll
Oleh karena itu, ibadah shalat kita itu seharusnya lebih dekat untuk minta ampun kepada Allah karena ibadahita banyak sembronone kurang sempurnane dan ditambah lagi riyak tambah maneh kurang iklas, ini yang dinamakan dengan ma’lul (dimasuki penyakit) oleh karena itukita wajib minta ampun. Lha nyambut gawe gak tepak kok nuntut ongkos. Tukang minta ongkos nik gawenane bener. Seng bener yo jaluk ampun bukan minta ongkos.
Oleh sebab itu, Rasulullah, sahabat dan para ulama memberikan tuntunan untuk selalu membaca istighfar ketika selesai shalat andaikata shalat yang kita lakukan tadi masih banyak sembronone dan kurang sempurna.
Sedang di dalam syarah Annashrabadi dijelaskan bahwa ibadah bila diperhatikan kekurangan-kekurangannya lebih dekat kepada mengharap maaf dari pada mengharap pahala dan upah. ”Ya allah tugas saya dari engkau saya laksanakan, namun tidak bisa sempurna, untuk itu saya mohon maaf”. Bukanya malah minta ganjaran, gusti ganjarane pundi.
Allah berfirman yang artinya : Katakanlah hanya karunia dan rahmat allah mereka boleh bergembira sebab itu lebih baik bagi mereka dari segala apa yang dikumpulkan oleh mereka sendiri.
Kita beribadah itu mengumpulkan amal. Amal-amal yang kita kumpulkan dibandingkan dengan fadhal (karunia) dan rahmat Allah, masih jauh lebih besar fadhal dan rahmat Allah.
Untuk itu, setiap kali berdoa hendaklah kita tambah dengan ucapan Ighfirlana ya Allah2x fainna maghfirataka awsa’u min dzunubina warhamna ya Allah 2x fainna rahmataka arjalana min jami’i amalina (Ya Allah, ampunilah kami, ampunilah kami, karena sesungguhnya ampunanmu lebih luas dari dosa-dosa kami. Dan rahmati kami ya Allah, karena sesungguhnya rahmat Mu lebih bisa kami harapkan daripada semua amalan-amalan kami)
Oleh karena itu, dalam beramal jangan sampai kita njagakno amal yang telah kita lakukan, sebab amal kita penuh dengan kesembronoan dan kekurangan, sebaliknya yang kita harapkan adalah minta fadhal dan rahmat Allah. Jika kesembronoan dan kekurangan terjadi tetapi kalau Allah menyayangi kita, maka hal itu tidak jadi masalah.

بارك الله لي ولكم في القران العظيم ونفعني وإياكم با لايات والذكر الحكيم, وجعلنا وإياكم من المصلين وأد خلنا وإياكم من المتقين . وقل رب اغفر وارحم وانت خير الراحمين.

Monday, February 23, 2009

Makna Sebuah Kebersamaan

Perang sebagai stimulus ekonomi


Bush : Perang Menciptakan Lapangan Pekerjaan
Biaya perang dan rentetan akibatnya yang harus dipikul Amerika, belum Inggris, Itali, dan lain-lain, tidak kurang dari Tiga Triliun Dolar, sebuah angka yang teramat dahsyat dan tidak diperkirakan semula akan setinggi itu”
Alasan Perang
Peningkatan belanja negara, sering digunakan saat ekonomi lesu dan banyak pengangguran. Seperti stimulus fiskal 50 triliun yang dianggarkan pemerintah Indonesia sekarang ini untuk membangun infrastruktur, disamping penurunan suku bunga sebagai stimulus moneter. Dalam kondisi krisis, negara harus sedikit lebih boros, kata Wapres Jusuf Kalla.
Perang, adalah peningkatan belanja negara di bidang pertahanan. Di saat perang semua yang diam akan bergerak, angka pengangguran pun turun karena banyak yang berangkat ke medan perang. Dana nganggur yang tadinya ditabung saja akan digunakan untuk konsumsi demi mengamankan diri sendiri, perputaran uang pun meningkat. Pada tahun 1990, Menteri James Baker menjawab alasan untuk melancarkan perang teluk adalah jobs, jobs, jobs (pekerjaan, pekerjaan, pekerjaan).
Dalam wawancara dengan Ann Curry dari NBC News, 19 Februari 2008, Bush dengan lantang mengatakan : “Perang Iraq menciptakan lapangan kerja, karena untuk melancarkan perang diperlukan banyak perlengkapan perang, dan untuk membuatnya banyak lapangan kerja tercipta di dalam negeri”
Di saat perang akan terjadi peningkatan pembelanjaan (spending), menggiatkan produksi, terutama produksi peralatan perang. Teori ini mungkin ada benarnya jika perang cepat selesai dan harus menang tentunya. Penyerangan terhadap Iraq misalnya, dilakukan pada saat pertumbuhan ekonomi stagnan (2%), pengangguran yang tinggi, dan utang yang semakin besar dan ancaman inflasi akibat kenaikan harga minyak. Dalam jangka pendek memang terbilang sukses, pertumbuhan ekonominya naik menjadi 4% dan terlihat sekali hal ini membuat Bush tambah pe-de dengan kebijakan perangnya itu.
Sewaktu penyerangan Iraq dilancarkan, pasar menyambut dengan gairah, indeks di Wall Street meningkat tajam lebih dari dua setengah persen. Para analis pasar percaya perang berlangsung singkat dan diikuti pemulihan yang cepat. Sentimen ini juga mengimbas pada bursa di Indonesia, karena indeks harga saham gabungan juga meningkat sebesar 2,4 persen di hari pertama penyerangan, artinya pasar modal di Indonesia pun mengiyakan kebijakan perang Bush untuk mendongkrak ekonomi Amerika dan dunia.
Mantan Ketua Bapenas, Kwik Kian Gie pernah mengatakan, ”Dalam sejarah, perang besar tidak pernah menyebabkan ekonomi lesu. Seperti perang Korea maupun perang Vietnam”
Logikanya, dengan adanya perang maka Amerika Serikat akan menggunakan berbagai senjata barunya, produksi di Amerika akan bergairah sehingga permintaan akan meningkat. Sisi lain, permintaan tidak hanya tumbuh di Amerika, negara lain juga akan terdongkrak, karena lokomotifnya ada di Amerika.
Untuk menyelamatkan ekonomi Amerika, tim ekonomi gedung putih memilih perang, dengan perang akan ada mobilisasi ekonomi (finansial, sumber daya manusia, dan sumber daya teknologi dan informasi). Alasan lain menyerang Iraq adalah ingin menguasai pasokan minyak, karena minyak sangat penting bagi negara yang rakus energi ini. Hitungannya, jika minyak stabil pasokannya, ekonomi akan lancar. Jika harga minyak melejit, akan mengganggu pertumbuhan ekonomi. Hal itu menyebabkan nilai impor minyak meningkat, biaya produksi meningkat, yang akhirnya akan menurunkan produktivitas. Produktivitas ekonomi yang anjlok, akan memerosotkan perekonomian, dan menghambat pertumbuhan kesempatan kerja.
Motif perang selalu ekonomi, entah merampas hak milik orang lain atau menjual senjata untuk dipakai orang lain. Amerika rupanya meyakini perang sebagai stimulus ekonomi, tanpa memperhatikan efek yang lebih parah, baik di Amerika sendiri maupun internasional.
Salah Perhitungan
Perang Teluk I (Bush Senior), berlangsung cukup singkat dan ‘hanya’ menelan biaya US$61 miliar, dari hitungan tersebut para petinggi militer Amerika memprediksi Perang Teluk II (Bush Junior), dapat diselesaikan dalam waktu tiga bulan dengan biaya US$ 75 miliar.
Nyatanya, para jenderal dan arsitek perang bukan saja keliru dalam memprediksi lama perang, melainkan juga salah besar dalam membuat perhitungan biayanya. Ditambah lagi harga minyak yang sempat tidak terkendali mendekati $150 per barel tambah membebani anggaran. Belum lagi badai Kathrina yang juga membutuhkan dana besar. Krisis finansial yang melanda juga di luar perhitungan Bush. Total jenderal, biaya perang yang telah dikeluarkan mencapai 1 Trilyun Dolar, jika dihitung total dengan biaya setelah perang malah mencapai 3 Trilyun Dolar, suatu kesalahan perhitungan yang sangat fatal.
Disimpulkan, Perang Iraq adalah proyek rugi Bush akibat kesalahan fatal memperhitungkan kalkulasi ekonomi-sosial-politik. Joseph Stiglitz dan Linda Bilmes dalam bukunya The Three Trillion Dollar War: the True Cost of the Iraq Conflict (Maret 2008), mengupas secara mendalam dan lengkap mengenai biaya ekonomi-sosial-politik yang harus ditanggung pemerintah dan rakyat Amerika. Stiglitz juga mengungkapkan, pemenang sejati dari perang Iraq bukanlah Amerika, bukan sekutu, apalagi rakyat Iraq, namun para perusahaan minyak dan para kontraktor alat-alat perang.
Dihitung-hitung lagi, rupanya lebih menguntungkan bagi Amerika untuk tidak secara langsung berperang, tetapi hanya memasok senjata pada negara yang didukungnya untuk berperang, seperti yang dilakukan sekarang ini di jalur Gaza.

Harapan Baru

Euforia kemenangan Obama sejenak melupakan kejengkelan masyarakat dunia terhadap Bush.
Ditengah keterpurukan eknomominya, Amerika masih mampu menggelar acara kolosal dengan baiay Rp 1,7 Triliun saat pelantikan Obama, dengan harapan Obama dapat memperbaiki ekonomi Amerika.
Krisis ekonomi Amerika diprediksi semakin memburuk di tahun 2009, perusahaan bangkrut dan pengangguran akan mendominasi berita-berita. Dengan kondisi seperti ini, Obama harusnya lebih pragmatis, dengan mengutamakan ekonomi dalam negerinya. Prioritas Obama harus lebih terfokus pada usaha menciptakan lapangan kerja baru, stimulus paket ekonomi, asuransi kesehatan, dan perbaikan pendidikan. Menyerang negara yang dianggap sebagai ancaman dalam jangka panjang malah membuat ekonomi makin memburuk. Acara ‘cuci gudang’ senjata atau ‘uji coba’ senjata baru hanyalah menguntungkan industri tertentu saja.
Walaupun kebijakan Amerika selalu dibayangi kepentingan-kepentingan segelintir orang saja, tetapi rakyat Amerika berhak menentukan kemana Amerika hendak dibawa.
Di masa depan, demonstrasi menentang Amerika pasti terus ada, bendera dan foto presiden Amerika selalu jadi sasaran untuk dibakar dan diinjak-injak, siapapun presidennya.
‘We can change’ adalah slogan yang diusung Obama, janji perubahan ini hendaknya ditepati Obama… jika tidak, sebaiknya Obama mulai berlatih menghindari lemparan sepatu.

panduan memilih broker


Pasar modal, atau bursa saham, jenis pasar yang berbeda dengan pasar lain. Tata cara dan prosedur berdagang yang serba njlimet bagi orang awam membuat pasar ini unik. Penjual dan pembeli tidak boleh langsung bertemu, harus melalui broker atau perusahaan sekuritas. Sebelum pusing karena sahamnya turun terus, investor terlebih dahulu dipusingkan harus memilih broker mana sebagai tempat transaksi.
Kasus penggelapan dana oleh broker tambah membuat pusing investor, harus lebih jeli memilih broker. Namanya saja pasar modal, yang berdagang harus punya modal, sang perantara pun juga ditentukan berapa minimal modalnya agar mendapat izin sebagai broker. Modal yang cukup sangat menentukan disamping nama yang harum, baru jasa-jasa layanan yang lain.
- MKBD, Modal Kerja Bersih Disesuaikan.. sebagai ukuran umum kesehatan perusahaan sekuritas. Investor selayaknya mengetahui kesehatan perusahaan sekuritas, sebab informasi ini dapat dengan mudah di akses.
- Nama besar juga dapat menjadi acuan, tetapi ini sangat relatif, ada banyak nama besar dengan modal besar di Jakarta, di daerah belum tentu investor tahu karena mereka tidak mau membuka cabang di daerah.
- Jasa layanan, tergantung kebutuhan investor, sekedar ada tempat berdagang saham atau ingin mendapat service lebih seperti research dan online trading.
Tetapi, modal besar bisa menyusut jika salah urus, nama harum bisa menjadi busuk jika terjadi moral hazard, layanan premium bisa diganti layanan standard demi efisiensi. Investor secara berkala harus memeriksa sendiri kesehatan, keharuman, dan jenis layanan dari brokernya. Semoga tiga tips dasar ini dapat membantu investor sebagai pertimbangan… agar tidak hanya terfokus memilih broker dengan komisi transaksi yang murah saja.

Jangan Lupakan Pendidikan Moral


Menjelang tahun ajaran baru, memilih sekolah menjadi kesibukan tersendiri bagi warga kota. Mereka menimbang-nimbang sekolah mana yang pas untuk tempat belajar anaknya. Apakah itu sekolah negeri atau swasta.
Sebagian warga memilih menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan yang memiliki kurikulum ganda. Selain mengajarkan ilmu pengetahuan umum, juga mangajarkan tentang moral, etika, dan agama. Tentu, tujuannya agar anak-anak mereka mendapatkan pendidikan agama dengan baik, disamping ilmu lainnya.
Kecenderungan itu menurut Rektor Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Prof Dr Haris Supratno MPd disebabkan karena orangtua merasa tidak sempat mendidik putra-putrinya secara penuh. Lantaran aktivitasnya yang padat. ”Ya seperti saya sendiri. Namun, bukan berarti pendidikan keluarga dilupakan, tetap kita masih luangkan waktu,” kata Prof Haris yang ditemui di ruang kerjanya, Kamis (19/2).
Sekolah-sekolah elit, memang mempunyai kurikulum dan sarana-prasarana belajar yang memadai dibandingkan sekolah negeri. Jadi, wajar jika mereka menarik biaya yang tinggi. Entah namanya sumbangan uang gedung atau yang lainnya. Biaya yang tinggi bukan menjadi soal bagi golongan menengah atas. Asalkan anaknya betul-betul dapat terpenuhi pendidikannya antara moral dan intelektual.
Namun, harapan seperti ini belum tentu semua bisa berhasil. ”Sebab, di sekolah satu sisi didikannya baik, tapi di lingkungan keluarga suasananya kacau, pergaulan teman dan lingkungan tidak baik, ya tidak bisa berhasil,” ungkap Haris.
Ia menambahkan, pemerintah sudah mencanangkan pada tahun 2025, diharapkan terbentuk generasi insan kamil. Yakni generasi yang menguasai empat kompetensi. Pertama, kompetensi religi, bermakna harus menguasai ilmu agama sesuai keyakinan masing-masing. Tak hanya menguasai secara teori, tapi harus diimplementasikan dalam semua aspek kehidupan.
Kedua, kompetensi emosional dan sosial. Artinya anak didik harus dilatih, dibina, dan dibimbing agar dapat mengendalikan emosi. Peserta didik diharapkan menjadi generasi yang bisa menahan emosi, sabar dan ikhlas, sehingga dalam komunikasi dengan semua pihak akan harmonis.
Ketiga, kompetensi professional. Artinya peserta didik mempunyai keterampilan dan kepandaian sesuai dengan bidangnya masing-masing. Keempat, kompetensi kinestetik, artinya peserta didik sehat jasmani dan jiwa yang halus, karena proses pendidikan adalah suatu proses memanusiakan manusia.
Keempat kompetensi itu akan menghasilkan pendidikan kognitif, afektif dan psikomotorik. Namun sayangnya, baru sekolah elit yang menerapkan kompetensi ini.
Lantas, mungkinkah sekolah lainnya menerapkan hal tersebut? ”Rasanya belum mungkin. Karena sekolah-sekolah umum akan lebih mengutamakan ilmu umum, ya ilmu agama ada tapi hanya sedikit,” tuturnya.
Sebenarnya, sekolah umum tidak boleh melupakan dua hal, agama atau moral dan ilmu pengetahuan umum. Para guru, termasuk sekolah agama, harus tetap ingat bahwa dia adalah seorang pendidik. Dia harus mengajarkan kedua-duanya, seperti sikap dan perilaku. Tutur bahasa yang diperankan guru harus mencerminkan nilai-nilai yang luhur. Jadi, guru bukan hanya sebagai transformasi ilmu semata. Tapi juga harus memberi contoh yang baik. Etika moral dan religi disampaikan meskipun bukan berupa materi.
Baik secara langsung atau tidak langsung, dunia pendidikan sebenarnya juga bersaing. Bersaing untuk meningkatkan kualitas, bersaing untuk menyiapkan sarana dan prasarana sesuai kemampuan lembaga masing-masing. Bersaing menjadi nomor satu, sehingga memengaruhi jumlah siswa yang masuk ke sekolahnya

Wednesday, February 11, 2009

Titip Bundaku ya Allah

" Nak, bangun... udah adzan subuh. Sarapanmu bunda sudah
membuatkanmu sarapan.."
Tradisi ini sudah berlangsung lama, sejak pertama kali aku bisa mengingat, sampai aku tamat SMA, tapi kebiasaan Bunda tak pernah berubah setiap kali aku menjenguk beliau di desa.
"Bundaku tercinta.. ga usah repot-repot, aku kan sekarang udah dewasa"
Pintaku pada Bunda pada suatu pagi. Wajah tua itu langsung berubah. Begitu pula saat bundaku mengajakku makan siang. Buru-buru daku keluarkan uang dan kubayar semuanya. Ingin sekali kubalas jasa bunda selama ini dengan hasil keringatku. Raut sedih itu tak bisa disembunyikan. Kenapa bunda malah sedih?
Aku hanya bisa mereka-reka, mungkin sekarang fasenya aku mengalami kesulitan memahami Bunda karena dari sebuah artikel dijelaskan... orang yang lanjut usia bisa sangat sensitive dan cenderung untuk bersikap kanak-kanak ..... tapi entahlah.... Niatku ingin membahagiakan malah membuat Bunda sedih. Seperti biasa, Bunda tidak akan pernah mengatakan apa-apa.
Suatu hari kuberanikan diri untuk bertanya, " Bu, maafin aku kalau telah menyakiti perasaan Bunda. Apa yang bikin Bunda sedih ? "Kutatap sudut-sudut mata Bunda, ada genangan air mata di sana.
Bibir indahnya membuka sambil terbata-bata Bunda berkata, "Tiba-tiba Bunda merasa kalian tidak lagi membutuhkan Bunda. Kalian sudah dewasa, sudah bisa menghidupi diri sendiri. Bunda tidak boleh lagi menyiapkan sarapan untuk kalian, Bunda tidak bisa lagi jajanin kalian. Semua sudah bisa kalian lakukan sendiri "Ah, Ya Allah, ternyata buat seorang Bunda .. bersusah payah melayani putra-putrinya adalah sebuah kebahagiaan.
Satu hal yang tak pernah kusadari sebelumnya. Niat membahagiakan bisa jadi malah membuat orang tua menjadi sedih karena kita tidak berusaha untuk saling membuka diri melihat arti kebahagiaan dari sudut pandang masing-masing. Diam-diam aku merenung.
.. Apa yang telah kupersembahkan untuk Bunda dalam usiaku sekarang ? Adakah Bunda bahagia dan bangga pada putera putrinya ? Ketika itu kutanya pada Bunda, Bunda menjawab, "Banyak sekali nak kebahagiaan yang telah kalian berikan pada Bunda. Kalian tumbuh sehat dan lucu ketika bayi adalah kebahagiaan. Kalian berprestasi di sekolah adalah kebanggaan buat Bunda. Kalian berprestasi di pekerjaan adalah kebanggaan buat Bunda. Setelah dewasa, kalian berprilaku sebagaimana seharusnya seorang hamba, itu kebahagiaan buat Bunda. Setiap kali binar mata kalian mengisyaratkan kebahagiaan di situlah kebahagiaan orang tua."
Lagi-lagi aku hanya bisa berucap, " Ampuni daku ya Allah kalau selama ini sedikit sekali ketulusan yang kuberikan kepada Bunda. Masih banyak alasan ketika Bunda menginginkan sesuatu. "
Betapa sabarnya Bundaku melalui liku-liku kehidupan. Sebagai seorang wanita seharusnya banyak alasan yang bisa dilontarkan Bundaku untuk "cuti" dari pekerjaan rumah atau menyerahkan tugas itu kepada pembantu. Tapi tidak! Bundaku seorang yang idealis. Menata keluarga, merawat dan mendidik anak-anak adalah hak prerogatif seorang bunda yang takkan bisa dilimpahkan kepada siapapun. Pukul 3 dinihari Bunda bangun dan membangunkan kami untuk senantiasa shalat tahajud demi mengharapkan Ridho dan kasih sayang Allah. Menunggu subuh Bunda ke dapur menyiapkan sarapan sementara daku terkadang tertidur lagi... Ah, maafkan kami Bunda ... 18 jam sehari sebagai "pekerja" seakan tak pernah membuat Bunda lelah.. Sanggupkah aku ya Allah?
“Nak... bangun nak, udah azan subuh .. sarapannya udah Bunda siapin dimeja.. "Kali ini aku lompat segera.. kubuka pintu kamar dan kurangkul Bunda sehangat mungkin, kuciumi pipinya yang mulai keriput, kutatap matanya lekat-lekat dan kuucapkan, " Terimakasih Bunda, aku beruntung sekali memiliki Bunda yang baik hati, ijinkan aku membahagiakan Bunda...". Kulihat binar itu memancarkan kebahagiaan. .. Cintaku ini milikmu, Bunda... Aku masih sangat membutuhkanmu. .. Maafkan aku yang belum bisa menjabarkan arti kebahagiaan buat dirimu.. Sahabat.. tidak selamanya kata sayang harus diungkapkan dengan kalimat "aku sayang padamu... ", namun begitu, Rasulullah menyuruh kita untuk menyampaikan rasa cinta yang kita punya kepada orang yang kita cintai karena Allah.
Ayo kita mulai dari orang terdekat yang sangat mencintai kita .. Bunda dan ayah walau mereka tak pernah meminta dan mungkin telah tiada. Percayalah... kata-kata itu akan membuat mereka sangat berarti dan bahagia.
Wallaahua'lam
"Ya Allah, cintai Bundaku, beri daku kesempatan untuk bisa membahagiakan Bunda..., dan jika saatnya nanti Bunda Kau panggil, panggillah dalam keadaan khusnul khatimah. Ampunilah segala dosa-dosanya dan sayangilah ia sebagaimana ia menyayangi aku selagi aku kecil "
"Titip Bundaku ya Allah"

Tak Perlu Sekolah, Ikut Bimbel Pun Lulus


Perdebatan mengenai ujian nasional (Unas) tiada henti. Ada yang setuju Unas sebagai standar kelulusan, tapi banyak juga yang tidak setuju.
Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur Prof Dr Zainuddin Maliki MSi mengatakan bahwa Unas itu perlu. Namun, Unas jangan dijadikan sebagai standar kelulusan. Melainkan sebagai brand smart (standar mutu). Ya, semacam ujian toefl lah. Di dalam hasil ujian toefl, semua peserta dinyatakan lulus. Tapi dengan nilai tertentu, seerti nilai 450, 500, 550 dan lain-lain.
“Jadi apa keberatannya Unas kok dijadikan alat kelulusan? Kalau saya, itu hanya akan membuat orang histeris, kesurupan massal, pencurian soal, perjokian, dan lainnya,” terang Zainuddin, Senin (19/1).
“Sesungguhnya yang stres itu semua pihak kok, tak hanya siswa. Orangtuanya, sekolahnya, kepala sekolahnya juga takut. Sampai-sampai kepala sekolah bikin tim sukses dan MoU dengan kepala sekolah lain, karena pengawasannya silang,” tambahnya.
Praktik-praktik semacam ini, lanjutnya, tidak terpantau oleh panitia Unas.
“Akhirnya hanya gengsi-gengsian. Kalau jujur dinilai secara obyektif dan transparan, betul 98 persen yang lulus ? Aku tidak percaya,” ujar Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya ini.
Dengan demikian, yang terjadi sesungguhnya kita ini penguji tapi tidak menguji. Punya prestasi tapi tidak berprestasi. Sekolah tapi sesungguhnya tidak sekolah dan belajar tapi sesunggunhya tidak belajar alias seolah-olah belajar atau seolah-olah sekolah.
Alasan Unas dijadikan sebagai standar kelulusan adalah untuk memotivasi belajar. Tapi nyatanya bila diserahkan ke sekolah, banyak pihak yang tidak percaya. Akibatnya dapat membentuk masyarakat yang low trust atau zero trust. Pemerintah tidak percaya pada sekolah, dan sebaliknya sekolah tidak percaya pada pemerintah.
Kemudian pendidikan kita menjadi tidak efektif. Banyak orang hanya mengejar kelulusan Unas. “Mendidik itu membutuhkan suasana otentik, nyata, punya kesempatan khusus untuk bereksperimen, kan ada pepatah yang mengatakan bahwa experience is the best teacher,” katanya.
Jadi, kalau memang sistem evaluasi Unas seperti sekarang ini, tidak perlu bikin sekolahan dan siswa juga tidak perlu sekolah. Cukup anak-anak diikutkan bimbingan belajar (bimbel) setiap hari, tidak perlu sekolah, 90 persen di jamin akan lulus Unas. Karena mereka setiap hari dilatih mengerjakan soal-soal.
“Sekarang sekolah berubah fungsi menjadi tempat bimbel. Jika disekolah tidak cukup bimbelnya, mereka ikut les. Kalau tidak ikut bimbel, mereka khawatir tidak lulus Unas,” tuturnya.
Tapi di sisi lain, Unas juga ada manfaatnya, yakni memberi peluang sebesar-besarnya untuk membuka bimbel. Tentunya ini market bagi bimbel atau bisa dibilang kalau tidak ada Unas, tidak ada bimbel.

Perpustakaan Bukan Tempat Hukuman


Asosiasi Pekerja Informasi Sekolah Indonesia (APISI) memprotes keputusan manajemen SMP Negeri 79 Jakarta yang memindahtugaskan guru bermasalah menjadi tenaga pengelola perpustakaan. Dia adalah Paula Sihalatua, yang diduga terlibat penganiayaan terhadap siswa.
Menurut Mahmudin, Koordinator Humas APISI dalam situs APISI menjelaskan bahwa APISI ingin meluruskan pernyataan Eston Rimon Nainggolan, Wakil Kepala SMP Negeri 79, yang menyatakan bahwa guru itu ditugaskan di perpustakaan dengan pertimbangan agar tidak berhubungan langsung dengan siswa.
Pernyataan tersebut bertentangan dengan tenaga kepustakawanan. Sebab tenaga pengelola perpustakaan sekolah memiliki kompetensi tertentu. Bukan hanya kompetensi teknis, melainkan juga kompetensi sosial. Hal ini telah tercantum dalam Peraturan Menteri Nomor 25 Tahun 2008 tentang Standar Pengelola Perpustakaan Sekolah/Madrasah.
Selain itu, penempatan/pemindahtugasan tersebut bertentangan dengan pasal 23 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan yang menyebutkan bahwa: "Setiap sekolah/madrasah menyelenggarakan perpustakaan yang memenuhi standar nasional perpustakaan dengan memperhatikan Standar Nasional
Pendidikan”
APISI menambahkan, bahwa fungsi perpustakaan sekolah bukanlah sekedar tempat menyimpan buku, apalagi tempat pemberian hukuman. Perpustakaan sekolah mempunyai fungsi dinamis menyangkut ketersediaan dan pengelolaan sumber informasi dalam upaya menciptakan pembelajar seumur hidup yang mandiri dan beretika. Sekolah sebagai tempat mencari ilmu, selayaknya memiliki sumber-sumber informasi, yang memadai, yang dapat memfasilitasi kebutuhan siswanya dalam proses belajar mengajar. Oleh karena bergantungnya sekolah terhadap perpustakaan, maka lembaga ini harus dikelola oleh tenaga yang memiliki kompetensi di bidang pengelolaan perpustakaan dan informasi. Sekolah sebaiknya merujuk Peraturan Menteri No. 25 Tahun 2008.
Kasus pemindahtugasan guru bermasalah di SMP Negeri 79 Jakarta merupakan bentuk kurang pahamnya manajemen sekolah tentang fungsi perpustakaan sekolah serta pelecehan terhadap profesi pustakawan sekolah. APISI berharap kasus ini bisa menjadi pelajaran bagi para manajemen sekolah, agar tidak terjadi lagi kasus yang serupa di sekolah-sekolah di seluruh Indonesia.

Arti Sebuah Perubahan

Perubahan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan. Meskipun disadari atau tidak, diterima atau tidak, siap atau tidak perubahan itu pasti dan selalu terjadi.
Jika kita perhatikan, bahwa hidup adalah sebuah perjalanan panjang yang berisi dengan perubahan. Secara alamiah, setiap mahluk hidup mengalami perubahan, manusia terlahir sebagai bayi mungil yang hanya bisa menangis, kemudian waktu memberikan manusia kesempatan berubah tahap demi tahap sampai pada bentuk sekarang ini.
Perubahan identik sebagai sesuatu yang berbeda, berbeda antara sebelum dan sesudah. Perubahan itu bisa ke arah lebih baik dan juga ke arah yang lebih buruk, sebagaimana untaian lirik lagu dari Band Keane Everbody has changed, but I don’t feel the same. Everbody has changed, but I don’t know why”.
Mendengar kata perubahan, maka asumsi tertuju pada harapan yang dinginkan (hasilnya). Padahal perubahan bukan hanya ada pada hasil, melainkan juga pada prosesnya seperti apa yang harus dilakukan dan dipersiapkan agar terjadi sebuah perubahan.
Perubahan umumnya dilandasi oleh kepentingan tertentu sesuai kehendak yang diinginkan. Maksud dari perubahan pada dasarnya adalah memperbaharui, menciptakan, merumuskan, menyelenggarakan atau menguasai sesuatu menjadi lebih baik dari apa yang ada selama ini.
Perubahan umumnya tidak kita sadari karena dia berjalan secara bertahap dan perlahan-lahan. Namun, untuk beberapa kasus berbeda perubahan itu terjadi secara dramatis, atau revolusioner. Perubahan secara radikal biasa disebut dengan revolusi, sedangkan secara alamiah disebut evolusi.
Sedangkan kata “perubahan” dalam perpolitikan di Indonesia sudah sangat populer ketika Reformasi tahun 1998. Kata ini kemudian dipakai dalam kampanye pemilu presiden (2004) oleh pasangan capres SBY-JK. Tak bisa dipungkiri, kata perubahan menjadi magnet tersendiri sehingga dapat mengantarkan SBY dan JK sebagai presiden dan wakil presiden.
Tak hanya di Indonesia, slogan Perubahan (chance/tepatnya Change We Can Believe In) berhasil membawa Barack Hussein Obama meraih sukses besar dan pada 4 November 2008 yang terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat ke-44.
Keadaan seperti ini terjadi karena ada sebuah kemandegan dan “kebosanan” terhadap apa yang sedang terjadi/dialami, sehingga semua menginginkan bisa lepas dari keadaan tersebut. Dan satu-satunya jalan adalah dengan perubahan.
Sebagai pribadi, perubahan dapat dilakukan dengan selalu interospeksi akan segala kelemahan dan kekurangan, kemudian dipoleslah kelemahan dan kekurangan tersebut dengan senantiasa berkreasi dan inovasi memperbaiki diri.
Sebagai manusia beragama, perubahan dapat dimaknai dengan meningkatkan kepatuhan dan ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dengan menjalankan aturan dan ajaran-ajaran agama.
Dalam dunia bisnis, perubahan diartikan dengan semakin berkembangnya bisnis yang dijalankan. Perubahan tersebut dapat dilakukan dengan melakukan inovasi bisnis, dan evaluasi baik dari sisi produk ataupun pemasaran.
Manusia tak bisa membendung laju perubahan. yang bisa dilakukannya hanya menyiapkan diri untuk selalu mengikuti perubahan itu.