الحمد لله له الأمر كله وإليه المصير. وأشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له. وأشهد أن محمدا عبده ورسوله البشير النذير والسراج المنير.
اما بعد: فيا ايها الناس, اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون. وقال الله تعالى في كتابه الكريم : إن الله وملائكته يصلون على النبي, ياايهاالذين امنوا صلوا عليه وسلموا تسليما. اللهم صل وسلم على سيدنا محمد عبدك ورسولك النبي الامي وعلى اله وصحبه أجمعين وعن التابعين وتابعي التابعين وتابعيهم بإحسان الى يوم الدين وانصرنا معهم برحمتك ياأرحم الراحمين.
اللهم اغفر للمؤمنين والمؤمنات والمسلمين والمسلمات الأحياء منهم والأموات. وضعف لهم الحسنات وكفر عنهم السيئات وارزقهم من الأرزاق الطيبات. اللهم اكشف عنا البلاء والغلاء والوباء والفخشاء والمنكر والبغي والشدا ئد والمحن ما ظهر منها وما بطن من بلدنا إندونشي هذا خاصة ومن بلدان المسلمين عامة إنك على كل شئ قدير. ربنا اتنا من لدنك رحمة وهيء لنا من امرنا رشدا. ربنا هب لنا من أزواجنا وذريتنا قرة أعين واجعلنا للمتقين اماما. ربنا اتنا في الدنيا حسنة وفي الأخرة حسنة وقنا عذاب النار.
عباد الله ! إن الله يأمر بالعدل والإحسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفخشاء والمنكر والبغي يعظكم لعلكم تذكرون, فاذكروا الله العظيم يذكركم واشكروا على نعمه يزدكم واسئلوه من فضله يعطيكم. ولذكرالله أكبر.
Friday, March 18, 2011
Menjadi Pribadi Yang Bajik
Sebelum membahas mengenai pribadi yang bajik, alangkah baiknya jika kita memahami terlebih dahulu apa yang dinamakan dengan kebajikan. Allah berfirman dalam Surat al-Baqarah ayat 177:
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَءَاتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَءَاتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”
Kebajikan (dalam bahasa al-Qur'an adalah birr) terdapat sebanyak 8 kali dalam Al Qur’an, beberapa diantaranya: Al Baqarah/2: 44, 177, 189, Ali Imran/3 : 92, Al Maidah/5: 2, dan Al Mujadilah/58 : 9.
Rasulullah memberikan pengertian tentang apa itu kebajikan. Dari An-Nawwas bin Sam'an ra, dari Nabi saw, beliau bersabda, "Kebajikan adalah akhlak yang baik, dan dosa adalah sesuatu yang mengganjal dalam jiwamu dan engkau tidak suka bila hal itu terlihat oleh manusia (orang lain)" (HR Muslim).
Selain itu, terdapat sebuah riwayat dimana ada seorang sahabat yang bertanya kepada Nabi, apakah kebajikan itu? nabi termenung lalu menjawab, kebajikan adalah sesuatu yang menenangkan hati dan keburukan adalah yang kamu ragu bimbang dan hatimu tidak tenang menghadapinya walaupun sudah ada yang berkata kepadamu atau yang memberi fatwa tentang kebolehannya.
Jawaban Nabi tersebut berdasarkan pada pandangan agama Islam, bahwa manusia diciptakan oleh Allah dalam keadaan baik (fitrah). Oleh sebab itu, jika seseorang melakukan suatu keburukan dengan sedikit terpaksa pada mulanya dan pada akhirnya kalau sudah terbiasa, maka keburukan itu akan dengan mudah dilakukan. Hal itu juga sebabnya, apabila seseorang melakukan keburukan, maka pada awalnya dia melakukannya dengan sembunyi-sembunyi. Akan tetapi kalau sudah terbiasa, maka ia merasa sudah tidak malu lagi melakukannya. Hal ini berbeda dengan kebajikan. Seseorang tidak perlu memaksakan diri melakukan kebajikan dan bahkan tidak perlu untuk sembunyi-sembunyi melakukan kebajikan. Namun demikian, perlu diketahui bahwa manusia bergaul manusia dipengaruhi oleh lingkungan, bacaan, teman sehingga menjadi kaburlah kebajikan itu bahkan bisa jadi kebajikan dianggap keburukan dan keburukan dianggap kebajikan. Untuk itu, tidak heranlah jika para pakar berkata, sesuatu yang baik bila telah ditinggal dia dapat dianggap buruk dan sesuatu yang buruk bila sering dilakukan orang bisa saja pada akhirnya dianggap baik.
Dari sini kitab suci al-Qur'an (surat al-Baqarah : 177) menjelaskan dari apa yang dinamakan kebajikan. Digarisbawahinya bahwa kebajikan bukanlah sekedar menghadapkan wajah ke Timur dan ke Barat. Kebajikan bukan sekedar shalat ketika menghadapkan wajah ke arah Ka'bah, Akan tetapi kebajikan itu beraneka ragam. Ayat tersebut membagi kebajikan pada tiga hal pokok, yaitu:
Pertama, Kebajikan yang berkaitan dengan hati dan berkaitan dengan akidah. dicontohkannya keimanan kepada Allah, Rasul-Rasul, dan rukun iman yang kita kenal itu adalah bagian dari kebajikan yang ada di dalam hati, termasuk di dalamnya niat yang tulus, sangka baik terhadap sesama. Orang yang beriman adalah orang yang menyadari jika gerak-geriknya senantiasa dilihat dan diawasi Allah SWT. Menyadari bahwa segala sesuatu akan mengalami kematian dan kehancuran. Semuanya pasti akan berakhir, kecuali Allah Swt. Tidak hanya itu, ia juga beriman kepada para Malaikat. Ia juga seorang yang selalu mengikuti aturan-aturan hidup (Kitab Suci al Qur’an). Seluruh kehidupannya selalu sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam kitab-kitab suci, khususnya al Qur’an. Setelah keempat keimanan tersebut keimanannya kepada para Nabi Allah pun adalah hal yang sangat mempengaruhi hidup dan kehidupannya. Para Nabi tersebut adalah pembawa ajaran keselamatan dan kebahagiaan bagi umat manusia, termasuk Nabi Muhammad Saw., sehingga dalam menjalani kehidupan sehari-hari ia selalu mengikuti ajaran yang dibawa para Nabi tersebut.
Kedua, kebajikan adalah amal perbuatan baik amal sosial berupa bantuan, sedekah maupun amal ritual seperti shalat, zakat haji. Orang yang bajik dalam pandangan Allah SWT, tidak cukup dengan modal keimanan saja, akan tetapi ia juga harus memiliki kepedulian terhadap sesama umat manusia, seperti kepada keluarganya sendiri, anak-anak yatim, orang-orang miskin, kaum dhu’afa dan orang-orang yang kehilangan hak dan wewenang (hamba sahaya). Orang yang bajik tidak akan membiarkan orang-orang tersebut, kecuali diperhatikan dan dibantunya serta disayangi dan dihormati. Orang bajik tidak akan mau menumpuk kekayaan, kecuali dibagikannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
Ketiga, akhlak. Akhlak moral yang menghiasi pribadi seseorang, antara lain yang disebutnya adalah menetapi janji dan sabar. Memenuhi janji meliputi memenuhi janji kepada Allah, janji kepada sesama manusia, janji kepada lingkungan. Dalam konteks ini digaris bawahi bahwa memenuhi janji adalah kewajiban seorang muslim baik sesama muslim maupun terhadap non muslim. Sama halnya menunaikan dengan amanah, ia adalah kewajiban seorang muslim baik amanah itu diterimanya dari seorang muslim maupun dari non muslim. Begitu pula dengan berbakti kepada orang tua, baik orang tua itu muslim atau non muslim. Itu semua bagian dari akhlak dan itu bagian dari kebajikan yang dituntut oleh agama untuk ditegakkan bagi setiap orang yang mengaku beragama. Dengan demikian, tepat kiranya ucapan khalifah Umar bin Khaththab “Tidaklah dapat mengukur keimanan dan keislaman seseorang karena ia telah melaksanakan shalat, tidak juga karena ia telah berpuasa, tidak juga karena telah membayar zakat hartanya, dan tidak juga karena ia telah menunaikan ibadah haji. Akan tetapi keimanan dan keislaman seseorang harus terlihat pada kehidupannya sehari-hari “.
Sebuah sikap yang kurang tepat jika seseorang yang telah melaksanakan shalat lalu dikatakan sebagai orang baik. Betapa banyak orang yang telah menjalankan ibadah shalat, baik shalat fardhu maupun shalat sunat, akan tetapi (ternyata) ia masih suka berbohong, suka menipu, suka menggunjing, benci kepada seseorang, mau mengambil sesuatu yang bukan miliknya, atau juga suka korupsi dan sebagainya.
Oleh karena itu, janganlah langsung mengatakan baik terhadap seseorang, akan tetapi perlu diperhatikan terlebih dahulu perbuatan, perilaku dan sikapnya sehari-hari, sebagaimana penjelasan komprehensif dari agama Islam (al Qur’an).
"Ya Allah kami bermohon kepadamu segala macam kebajikan, kebajikan yang dekat untuk dunia dan kebajikan yang jauh di akhirat kelak. Ya Allah, kami bermohon kepadamu perlindungan dari segala keburukan baik yang dekat maupun yang jauh".
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَءَاتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَءَاتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”
Kebajikan (dalam bahasa al-Qur'an adalah birr) terdapat sebanyak 8 kali dalam Al Qur’an, beberapa diantaranya: Al Baqarah/2: 44, 177, 189, Ali Imran/3 : 92, Al Maidah/5: 2, dan Al Mujadilah/58 : 9.
Rasulullah memberikan pengertian tentang apa itu kebajikan. Dari An-Nawwas bin Sam'an ra, dari Nabi saw, beliau bersabda, "Kebajikan adalah akhlak yang baik, dan dosa adalah sesuatu yang mengganjal dalam jiwamu dan engkau tidak suka bila hal itu terlihat oleh manusia (orang lain)" (HR Muslim).
Selain itu, terdapat sebuah riwayat dimana ada seorang sahabat yang bertanya kepada Nabi, apakah kebajikan itu? nabi termenung lalu menjawab, kebajikan adalah sesuatu yang menenangkan hati dan keburukan adalah yang kamu ragu bimbang dan hatimu tidak tenang menghadapinya walaupun sudah ada yang berkata kepadamu atau yang memberi fatwa tentang kebolehannya.
Jawaban Nabi tersebut berdasarkan pada pandangan agama Islam, bahwa manusia diciptakan oleh Allah dalam keadaan baik (fitrah). Oleh sebab itu, jika seseorang melakukan suatu keburukan dengan sedikit terpaksa pada mulanya dan pada akhirnya kalau sudah terbiasa, maka keburukan itu akan dengan mudah dilakukan. Hal itu juga sebabnya, apabila seseorang melakukan keburukan, maka pada awalnya dia melakukannya dengan sembunyi-sembunyi. Akan tetapi kalau sudah terbiasa, maka ia merasa sudah tidak malu lagi melakukannya. Hal ini berbeda dengan kebajikan. Seseorang tidak perlu memaksakan diri melakukan kebajikan dan bahkan tidak perlu untuk sembunyi-sembunyi melakukan kebajikan. Namun demikian, perlu diketahui bahwa manusia bergaul manusia dipengaruhi oleh lingkungan, bacaan, teman sehingga menjadi kaburlah kebajikan itu bahkan bisa jadi kebajikan dianggap keburukan dan keburukan dianggap kebajikan. Untuk itu, tidak heranlah jika para pakar berkata, sesuatu yang baik bila telah ditinggal dia dapat dianggap buruk dan sesuatu yang buruk bila sering dilakukan orang bisa saja pada akhirnya dianggap baik.
Dari sini kitab suci al-Qur'an (surat al-Baqarah : 177) menjelaskan dari apa yang dinamakan kebajikan. Digarisbawahinya bahwa kebajikan bukanlah sekedar menghadapkan wajah ke Timur dan ke Barat. Kebajikan bukan sekedar shalat ketika menghadapkan wajah ke arah Ka'bah, Akan tetapi kebajikan itu beraneka ragam. Ayat tersebut membagi kebajikan pada tiga hal pokok, yaitu:
Pertama, Kebajikan yang berkaitan dengan hati dan berkaitan dengan akidah. dicontohkannya keimanan kepada Allah, Rasul-Rasul, dan rukun iman yang kita kenal itu adalah bagian dari kebajikan yang ada di dalam hati, termasuk di dalamnya niat yang tulus, sangka baik terhadap sesama. Orang yang beriman adalah orang yang menyadari jika gerak-geriknya senantiasa dilihat dan diawasi Allah SWT. Menyadari bahwa segala sesuatu akan mengalami kematian dan kehancuran. Semuanya pasti akan berakhir, kecuali Allah Swt. Tidak hanya itu, ia juga beriman kepada para Malaikat. Ia juga seorang yang selalu mengikuti aturan-aturan hidup (Kitab Suci al Qur’an). Seluruh kehidupannya selalu sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam kitab-kitab suci, khususnya al Qur’an. Setelah keempat keimanan tersebut keimanannya kepada para Nabi Allah pun adalah hal yang sangat mempengaruhi hidup dan kehidupannya. Para Nabi tersebut adalah pembawa ajaran keselamatan dan kebahagiaan bagi umat manusia, termasuk Nabi Muhammad Saw., sehingga dalam menjalani kehidupan sehari-hari ia selalu mengikuti ajaran yang dibawa para Nabi tersebut.
Kedua, kebajikan adalah amal perbuatan baik amal sosial berupa bantuan, sedekah maupun amal ritual seperti shalat, zakat haji. Orang yang bajik dalam pandangan Allah SWT, tidak cukup dengan modal keimanan saja, akan tetapi ia juga harus memiliki kepedulian terhadap sesama umat manusia, seperti kepada keluarganya sendiri, anak-anak yatim, orang-orang miskin, kaum dhu’afa dan orang-orang yang kehilangan hak dan wewenang (hamba sahaya). Orang yang bajik tidak akan membiarkan orang-orang tersebut, kecuali diperhatikan dan dibantunya serta disayangi dan dihormati. Orang bajik tidak akan mau menumpuk kekayaan, kecuali dibagikannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
Ketiga, akhlak. Akhlak moral yang menghiasi pribadi seseorang, antara lain yang disebutnya adalah menetapi janji dan sabar. Memenuhi janji meliputi memenuhi janji kepada Allah, janji kepada sesama manusia, janji kepada lingkungan. Dalam konteks ini digaris bawahi bahwa memenuhi janji adalah kewajiban seorang muslim baik sesama muslim maupun terhadap non muslim. Sama halnya menunaikan dengan amanah, ia adalah kewajiban seorang muslim baik amanah itu diterimanya dari seorang muslim maupun dari non muslim. Begitu pula dengan berbakti kepada orang tua, baik orang tua itu muslim atau non muslim. Itu semua bagian dari akhlak dan itu bagian dari kebajikan yang dituntut oleh agama untuk ditegakkan bagi setiap orang yang mengaku beragama. Dengan demikian, tepat kiranya ucapan khalifah Umar bin Khaththab “Tidaklah dapat mengukur keimanan dan keislaman seseorang karena ia telah melaksanakan shalat, tidak juga karena ia telah berpuasa, tidak juga karena telah membayar zakat hartanya, dan tidak juga karena ia telah menunaikan ibadah haji. Akan tetapi keimanan dan keislaman seseorang harus terlihat pada kehidupannya sehari-hari “.
Sebuah sikap yang kurang tepat jika seseorang yang telah melaksanakan shalat lalu dikatakan sebagai orang baik. Betapa banyak orang yang telah menjalankan ibadah shalat, baik shalat fardhu maupun shalat sunat, akan tetapi (ternyata) ia masih suka berbohong, suka menipu, suka menggunjing, benci kepada seseorang, mau mengambil sesuatu yang bukan miliknya, atau juga suka korupsi dan sebagainya.
Oleh karena itu, janganlah langsung mengatakan baik terhadap seseorang, akan tetapi perlu diperhatikan terlebih dahulu perbuatan, perilaku dan sikapnya sehari-hari, sebagaimana penjelasan komprehensif dari agama Islam (al Qur’an).
"Ya Allah kami bermohon kepadamu segala macam kebajikan, kebajikan yang dekat untuk dunia dan kebajikan yang jauh di akhirat kelak. Ya Allah, kami bermohon kepadamu perlindungan dari segala keburukan baik yang dekat maupun yang jauh".
Inilah Hamman dan Qarun Masa Kini
Setelah pembahasan mengenai Fir’awn yang lalu, sekarang saatnya melengkapinya dengan pembahasan mengenai Hamman dan Qarun. Sebab membahas Fir’awn rasanya tidak lengkap jika tidak menyertakan mereka.
Jika Fir’awn adalah sebuah gelar bagi penguasa yang tirani dan dictator, maka Hamman juga sama, Hamman bukanlah nama personal yang ada dimasa Fir’awn saja, melainkan Hamman adalah sebuah gelar perorangan yang menjaga urusan-urusan Allah (Tuhan) dan mengawasi penerapannya di antara manusia, artinya mereka menjaga urusan-urusan penting dari Tuhan sekaligus mengawasi penerapan manusia atas ajaran-ajaran tersebut.
Hammannya Fir’awn adalah kepala para dukun-sihir dan orang kedua dalam kekuasaan atau yang kita sebut sebagai pucuk pimpinan agama (pimpinan ulama).
Secara lebih detail, menurut M. Syahrur, seorang cendekiawan Muslim Syria mengungkapkan bahwa konsep kekuasaan Hamman adalah:
Pertama, Hamman memberikan hukum-hukum shar’i kepada para Fir’awn (penguasa). Menggunakan jargon determinisme, qadla’ dan qadar sebagai pengabdian kepada mereka dan menjustifikasi klaim representasi penguasa melalui cara dan berkahnya
Kedua, Hamman mengklaim memiliki kebenaran mutlak, penjagaan terhadap agama, otoritas/perwalian atas pemikiran, dan mengkokohkan lembaga perdukunan dan keagamaan untuk menyokong keistimewaannya
Ketiga, Hamman memberi label halal, haram dan mengkafirkan para penentangnya. Dia dan pengikutnya membatasi secara subyektif hubungan antara manusia dengan Tuhan dan hubungan Tuhan dengan manusia.
Keempat, Hamman mempunyai pengikut yang bertugas untuk menakut-nakuti manusia, mematikan pemikiran, sejarah, peradaban dan mendukung aparat para Fir’awn.
Nah apabila ada yang mempunyai karakteristik demikian, berarti ia bisa disebut dengan Hamman masa kini. Wa Allahu A’lam.
Inilah Qarun
Jika Fir’awn dan Hamman adalah sebuah gelar, begitu juga dengan Qarun. Qarun adalah sebuah gelar yang diberikan atau disandang atas dasar kekayaan tertentu, yaitu berupa monopoli kekayaan, bukan kekayaan pada umumnya. Di samping itu, Qarun adalah pribadi yang tercela yang berlimpah hartanya, tidak memiliki kebangsaan dan suku. Ia lintasi semua itu demi mendapatkan dan menambah pundi-pundi kekayaannya.
Secara lebih detail, menurut M. Syahrur bahwa konsep kekuasaan Qarun adalah:
Pertama, Qarun mendukung para Fir’awn dan Hamman untuk mewujudkan masyarakat tertindas, yang terkonsentrasi di bank-bank dan lembaga keuangan, di mana dia tidak mempunyai tanah air dan kesukuan tertentu.
Kedua, Qarun hidup dari pola investasi, dari laba eksploitatif, sebagai ganti dari laba produktif.
Ketiga, Terkadang antara kekuasaan finansial dan kekuasaan politik terkonsentrasi pada satu orang (Fir’awn+Qarun), atau terkadang antara kekuasaan finansial dan kekuasaan keagamaan dalam genggaman satu orang (Haman+Qarun).
Keempat, Qarun mempunyai aparat dalam berbagai bidang: korupsi, penyelundupan, manipulasi, pemborosan dan melakukan revolusi berdarah demi mengganti bentuk kedudukan seseorang.
Jika Fir’awn adalah sebuah gelar bagi penguasa yang tirani dan dictator, maka Hamman juga sama, Hamman bukanlah nama personal yang ada dimasa Fir’awn saja, melainkan Hamman adalah sebuah gelar perorangan yang menjaga urusan-urusan Allah (Tuhan) dan mengawasi penerapannya di antara manusia, artinya mereka menjaga urusan-urusan penting dari Tuhan sekaligus mengawasi penerapan manusia atas ajaran-ajaran tersebut.
Hammannya Fir’awn adalah kepala para dukun-sihir dan orang kedua dalam kekuasaan atau yang kita sebut sebagai pucuk pimpinan agama (pimpinan ulama).
Secara lebih detail, menurut M. Syahrur, seorang cendekiawan Muslim Syria mengungkapkan bahwa konsep kekuasaan Hamman adalah:
Pertama, Hamman memberikan hukum-hukum shar’i kepada para Fir’awn (penguasa). Menggunakan jargon determinisme, qadla’ dan qadar sebagai pengabdian kepada mereka dan menjustifikasi klaim representasi penguasa melalui cara dan berkahnya
Kedua, Hamman mengklaim memiliki kebenaran mutlak, penjagaan terhadap agama, otoritas/perwalian atas pemikiran, dan mengkokohkan lembaga perdukunan dan keagamaan untuk menyokong keistimewaannya
Ketiga, Hamman memberi label halal, haram dan mengkafirkan para penentangnya. Dia dan pengikutnya membatasi secara subyektif hubungan antara manusia dengan Tuhan dan hubungan Tuhan dengan manusia.
Keempat, Hamman mempunyai pengikut yang bertugas untuk menakut-nakuti manusia, mematikan pemikiran, sejarah, peradaban dan mendukung aparat para Fir’awn.
Nah apabila ada yang mempunyai karakteristik demikian, berarti ia bisa disebut dengan Hamman masa kini. Wa Allahu A’lam.
Inilah Qarun
Jika Fir’awn dan Hamman adalah sebuah gelar, begitu juga dengan Qarun. Qarun adalah sebuah gelar yang diberikan atau disandang atas dasar kekayaan tertentu, yaitu berupa monopoli kekayaan, bukan kekayaan pada umumnya. Di samping itu, Qarun adalah pribadi yang tercela yang berlimpah hartanya, tidak memiliki kebangsaan dan suku. Ia lintasi semua itu demi mendapatkan dan menambah pundi-pundi kekayaannya.
Secara lebih detail, menurut M. Syahrur bahwa konsep kekuasaan Qarun adalah:
Pertama, Qarun mendukung para Fir’awn dan Hamman untuk mewujudkan masyarakat tertindas, yang terkonsentrasi di bank-bank dan lembaga keuangan, di mana dia tidak mempunyai tanah air dan kesukuan tertentu.
Kedua, Qarun hidup dari pola investasi, dari laba eksploitatif, sebagai ganti dari laba produktif.
Ketiga, Terkadang antara kekuasaan finansial dan kekuasaan politik terkonsentrasi pada satu orang (Fir’awn+Qarun), atau terkadang antara kekuasaan finansial dan kekuasaan keagamaan dalam genggaman satu orang (Haman+Qarun).
Keempat, Qarun mempunyai aparat dalam berbagai bidang: korupsi, penyelundupan, manipulasi, pemborosan dan melakukan revolusi berdarah demi mengganti bentuk kedudukan seseorang.
Subscribe to:
Posts (Atom)