Friday, September 16, 2011
Terkabulnya Sebuah Doa
Setiap orang, apapun agama dan kepercayaannya, bagaimanapun kondisinya dan dimanapun dia berada TENTU dan PASTI tidak terlepas dari yang namanya do’a. Do’a, ya, sebuah permohonan, permintaan serta tanda ketidakberdayaan atau ketidakmampuan seorang manusia yang mengisyaratkan akan kebutuhannya terhadap Tuhan untuk merealisasikan keinginan dan atau kebutuhannya. Tidak hanya sebagai permintaan atau permohonan, doa juga menjadi sebuah ungkapan syukur seorang manusia kepada Tuhannya.
Kemudian tak jarang di antara kita yang merasa telah berdo’a namun merasa do’anya belum terkabul juga dan bahkan sampai ada yang “marah dan jengkel” kepada Tuhan. Kalau sudah demikian, apa yang menyebabkan do’a dikabulkan atau tidak? Mari kita tengok Firman Allah berikut ini:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo`a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (Qs. Al-Baqarah: 186)
Ayat diatas dengan jelas menjelaskan tentang terkabulnya sebuah do’a. Mari kita pahami kata demi kata berikut ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Prof. Dr. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah.
عِبَادِي kata Ibaad merupakan jama’ dari kata abdun. Ini berbeda dengan kata abiid yang juga merupakan kata jama’ dari kata abdun. Ibaad biasa digunakan di dalam al-Qur’an yang berarti hamba-hamba Allah yang taat kepada-Nya atau kalaupun mereka penuh dengan dosa namun mereka merasa sadar akan dosanya serta tetap mengharap pengampunan dan rahmad-Nya. Ini berbeda dengan kata abiid. Adapun kata abiid merujuk pada hamba-hamba Allah yang bergelimang dosa. Pemilihan kata tersebut mengandung isyarat, bahwa yang bertanya dan bermohon atau berdo’a adalah hamba-hamba-Nya yang taat lagi menyadari kesalahannya.
إِذَا دَعَانِ menunjukkan bahwa bisa jadi ada seseorang yang bedo’a tetapi dia belum dinilai berdo’a oleh Allah. Yang dinilai-Nya berdo’a antara lain adalah yang tulus menghadapkan harapannya kepada Allah bukan kepada selain-Nya. Bukan juga menghadapkan diri kepada-Nya bersama dengan yang lain.
Kata tunggal (Ku) hanya untuk Allah. Seperti dalam surat Shad tentang penciptaan Adam : ” Allah berfirman: Hai Iblis, Apakah yang menghalangimu sujud kepada yang telah kuciptakan dengan kedua tangan-KU?. Sedangkan kata jama’ adalah untuk yang ada keterlibatan selain Allah seperti penciptaan manusia melalui perantara bapak-ibu (lihat dalam surat at-Tin: 4)
فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي mengisyaratkan bahwa yang utama dan pertama dituntut dari setiap yang berdoa adalah memenuhi segala perintah-Nya. Ini juga diperingatkan oleh Nabi ketika ada seseorang yang menengadahkan tangan ke langit sambil berseru “Tuhanku… Tuhanku (perkenankan doaku), tetapi makanan yang dimakannya haram, pakaian yang dipakai haram, maka baimana mungkin dikabulkan doanya?!”
Selain itu, Ibrahim bin Adham ra. Dalam kitab karya Said bin Ali bin Wahf al-Qathani ditanya tentang Kenapa Doaku tidak dikabulkan?. Beliau menjawab. ”Karena hati kalian telah mati. Apa yang mematikan?. Ada 8 hal diantaranya, kalian mengetahui hak-hak Allah namun kalian tidak memenuhi hak-hak-Nya. Kalian membaca al-Qur’an tetapi kalian tidak mengamalkan isinya. Kalian mengaku cinta Rasul tetapi kalian tidak melaksanakan sunnahnya. Kalian mengatakan takut mati tetapi kalian tidak mempersiapkan diri dengan bekal untuk menyongsong kematian. Maka bagaimana mungkin Allah mengabulkan doa kalian!!!”
Terkadang sebuah do’a dianalogikan seperti hubungan seorang orang tua dan anak. Seorang anak harus memenuhi dan menuruti permintaan sang orang tua, baru kemudian permintaan sang anak akan dikabulkan. Bukan atas permintaan yang diminta oleh hamba, melainkan sesuai dengan yang dibutuhkan dan yang lebih baik bagi hamba tersebut. Bukankah ayah yang baik tidak memberikan segala sesuatu yang merugikan dan membahayakan anaknya walaupun anaknya terus mendesak!!!
وَلْيُؤْمِنُوا بِي percaya dan meyakini sepenuhnya bahwa Dia-lah yang mengabulkan do’a dan camkan sabda Nabi: “Berdo’alah kepada Allah disertai dengan keyakinan penuh bahwa Allah akan memperkenankan”
لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ yakni dapat mengetahui jalan yang terbaik serta bertindak tepat, baik menyangkut soal dunia atau akhirat.
Dr. Carrel seorang ahli bedah Perancis (1873 -1941) peraih Nobel bidang kedokteran dalam bukunya “Pray (doa)” sebagaimana ditulis Quraish Shihab dalam kitab tafsirnya “Al-Misbah” dituliskan bahwa Dr. Carrel menulis tentang pengalamannya mengobati pasien. Katanya, “Banyak diantara mereka yang memperoleh kesembuhan dengan jalan berdoa”, menurutnya “Doa adalah seseuatu gejala keagamaan yang paling agung bagi manusia, karena pada saat itu, jiwa manusia terbang menuju Tuhannya.”
Dengan demikian, sebelum menyalahkan dan atau marah-marah kepada Allah karena merasa do’anya tidak juga dikabulkan, hendaknya dan harusnya kita semua merasa dan menyadari serta interospeksi diri apakah kita ini sudah menjalankan apa yang diperintahkan oleh-Nya?! Apakah kita sudah menghindari apa yang dilarang-Nya?! Apakah kita sudah menyadari akan kesalahan kita?! Dan masih banyak lagi yang lainnya.
Untuk itu, mulai saat ini dan detik ini juga, marilah kita tingkatkan ibadah kita, bermohon kepada Allah untuk senantiasa memberikan ridho dan rahmad-Nya kepada kita agar kita bisa menjalankan apa yang sudah diperintahkan-Nya dan menjauhi apa yang sudah dilarang-Nya dan semoga kita tidak menjadi Abiid (hamba yang tidak menyadari akan kesalahan dan dosa-dosanya).
Satu kalimat terakhir, “JANGAN PERNAH MENYALAHKAN TUHAN KARENA DO’A BELUM DIKABULKAN, TAPI INTEROSPEKSI DIRI dan JANGAN PERNAH BERHENTI BERDO’A”
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment