Wednesday, July 2, 2008

Isi Hati Anak

SUDAH SAATNYA KITA MENDENGARKAN ISI HATI ANAK?

Di era modern saat ini, ketika tingkat kesibukan semakin tinggi, waktu kita banyak terfokus kalau tidak boleh dibilang tersita di pekerjaan, ataupun usaha, sehingga hanya sedikit sekali waktu yang kita berikan kepada keluarga.

Suatu hal yang lazim, jika kemudian kita mensiasatinya dengan memfokuskan hari Sabtu dan Minggu sebagai hari untuk bercengkrama bersama keluarga. Hal ini bukan tanpa sebab, karena para orang tua sering kali merasa stress dan lelah ketika pulang ke rumah setelah seharian bekerja. Bahkan yang di rumah pun sering merasa terganggu oleh banyaknya beban pekerjaan, sehingga untuk bercengkrama bersama mendengarkan cerita anak kurang. Kondisi demikianlah menuntut kita untuk pandai-pandai menciptakan sendiri waktu untuk bersama. Biasanya kita ingin melakukan percakapan yang penuh arti antara pukul delapan sampai pukul sembilan sambil nonton televisi bersama, atau mungkin kita bisa duduk di ranjang mereka sambil menidurkan mereka dan mengharapkan mereka akan mencurahkan perasaannya atau bersedia berkomunikasi dari hati-ke hati. Atau setelah tidak sempat bersama anak-anak selama seminggu, kita ajak mereka makan siang ke sebuah rumah makan pada Sabtu atau Minggu untuk mengejar ketertinggalan kita sebagaimana kita lakukan pada teman-teman sejawat.

Tampak sekilas, cara-cara tersebut di atas adalah cara yang amat baik, namun jika diperhatikan dengan seksama, cara-cara tersebut sebenarnya masih terdapat beberapa kekurangan. Di antaranya adalah timbulnya overlistening, artinya ketika orang tua terfokus secara intens pada apa yang akan dikatakan oleh anak, maka akan membuat si anak menjadi seperti pusat perhatian dunia. Lama kelamaan cara seperti ini bisa menciptakan anak menjadi egois (self-centered) dan ujub (self-absorbed). Percakapan terjadwal seperti itu tidak akan membuahkan hasil yang berarti.

Menurut Elisabeth Guthrie & Kathy Mathews, Ada dua resep utama untuk bisa mendengarkan suara hati anak anda dengan efektif.

Pertama: Waktu; saat-saat kebersamaan kita bersama anak adalah sebuah hal yang tidak bisa tergantikan. Kita harus benar-benar dapat meluangkan waktu bersama anak dan memberinya kesempatan untuk bicara dan mecurahkan isi hatinya. Sering kali dan lebih baik lagi jika memusatkan pada hal-hal yang sifatnya bukan sekedar pembicaraan, layaknya jalan-jalan bersama, melakukan aktivitas rumah bersama, atau melakukan kegiatan secara bersama-sama. Mirip seperti melakukan pengalihan perhatian, suatu terapi yang bisa diterapkan pada anak-anak usia sekolah. Ketika anak sudah merasa nyaman dan terlibat langsung, mereka dengan sendirinya akan membuka tabir pelindung dirinya. Namun, untuk dapat mengambil manfat dari pengalihan ini, maka kita harus mampu mendengarkan dengan penuh perhatian. Ini bisa berarti kita harus mematikan radio ketika kita berkendara dengannya. Kadang bermanfaat juga untuk meminta anak “menemani kita” ketika kita sedang menyiapkan makan malam atau jalan-jalan. Intinya adalah menciptakan kesempatan berbincang-bincang secara santai.

Resep Kedua, yang sering dilupakan oleh para orang tua adalah diam. terkadang kita memang harus diam. Artinya kita jangan langsung nyerocos memberi nasihat atau kritikan setelah si anak selesai mengemukakan masalahnya. Kita semua telah mengalami hal yang demikian ketika masih kanak-kanak. Ketika akhirnya kita mampu mengeluarkan uneg-uneg kepada orang tua kita, bahwa kita sedang menghadapi suatu masalah, dan sebelum kita sempat membuka mulut, orang tua sudah langsung memberi nasihat ini dan itu tentang apa yang harus dilakukan serta kritikan terhadap apa yang sudah kita lakukan. Atau nasihat basa-basi seperti “Semuanya akan beres, nak” yang menandakan bahwa mereka sebetulnya tidak mendengarkan dengan baik, ingatkah bagaimana perasaan kita pada saat itu? Anak-anak kita mungkin merasakan hal yang sama. Tentu kita sekarang bisa mengerti mengapa orang tua kita dahulu melakukannya. Sekarang kita ternyata mempunyai kecenderungan untuk mengulangi hal yang sama. Namun, anak-anak kita kadang-kadang hanya menginginkan adanya dukungan dan pengertian dari kita. Jika anda akan memberi nasihat, nasihatilah dengan lemah lembut. Mengajukan saran-saran seperti “pernahkah kamu pikirkan untuk mencoba…” atau “salah satu cara yang bisa kamu coba untuk mengatasinya saya mungkin ….” Akan lebih efektif daripada nasihat yang dogmatic seperti “Kamu harus ….” Memberi nasihat secara lembut seperti di atas tidak hanya mendorong si anak untuk lebih menerima nasihat kita, tetapi juga membuka pintu lebih besar bagi anak untuk mencurahkan isi hatinya pada masa yang akan datang.

No comments: